Ini gila! Ya betul! Gila! Lebih tepatnya lagi saya gila! Saya bahkan tidak mengerti ada apa dengan saya. Apa yang salah dengan saya?

 

Jujur saja. Langsung saja. Saya katakan saya mencintai Prasta. Ada yang salah dengan jatuh cinta? Tentu tidak. Sama sekali tidak. Tapi pada kasus saya, jatuh cinta saya beda. Jatuh cinta saya (sepertinya) salah. Jatuh cinta saya tidak pada tempatnya. Iyaaaa..saya salah jatuh cinta pada Prasta. Persetan dengan pepatah yang bilang bahwa cinta itu tidak pernah salah. Mana buktinya? Buktinya cinta saya sekarang salah alamat.

Saya duduk di pinggir tempat tidur. Bingung antara menyalakan lagu dari trio lelaki jantan bernama Netral dengan ‘Cinta Gila’-nya atau justru menye-menye sedikit? Sembilan anak perempuan yang sedang menuju remaja, sedang labil-labilnya, yang sekilas tampak seperti girlband Korea yang sedang booming, mereka juga punya lagu untuk saya. Mereka, Cherrybelle, meledek saya dengan lagu ‘Dilema’-nya.

Ouch..seketika saya pusing memikirkan rasa ini. Namun sedetik kemudian saya deg-degan membayangkan Prasta sempat-sempatnya mengirim voice note lucu 15 menit lalu.

Lama-lama saya rebah. Saya pejamkan mata. Suasana hening tanpa teriakan trio jantan atau sembilan suara bayi, membuat saya sedikit rileks. Dan entah sengaja atau tidak pikiran saya menuntun mundur 8 tahun lalu.

***
Waktu itu masih 17 tahun. Saya dan Kayla. Kami pertama kali bertemu saat disatukan di kelas II.2. Saya kok tidak pernah kenal Kayla ya sejak kelas 1? Bahkan wujudnya pun saya tidak tahu. Tapi siapa sangka, hanya karena duduk sebangku, saya dan Kayla jadi sangat akrab. Layaknya sudah kenal sejak dalam kandungan. Seketika kami nyambung. Semuanya. Obrolan, lelucon, idola favorit, hingga makanan kesukaan kami kurang lebih sama. Unik sekali.

Begitulan persahabatan kami. Sampai kemudian saat kuliah kami berpisah jurusan. Saya yang senang berkata-kata memilih Sastra Indonesia. Sementara Kayla, biarpun penampilannya manis, ia punya bakat terpendam tentang permesinan. Mungkin karena ayahnya. Kayla memilih jurusan Teknik Mesin. Dua jurusan berbeda di kampus yang sama.

Di masa kuliah inilah Kayla berkenalan dengan Prasta, dua tahun di atas Kayla. Satu fakultas beda jurusan. Prasta bilang ia jatuh cinta pada Kayla saat mereka sama-sama rebutan keran air. Aneh memang. Saat itu Kayla sedang buru-buru mencuci mukanya yang belepotan oli. Sementara Prasta hendak membersihkan sepatunya yang bau got akibat dikerjai teman-temannya. Muka coreng moreng dan sepatu bau got, perpaduan yang pas.

Saya dikenalkan pada Prasta sebulah setelah peristiwa keran air. Saya tidak mungkin lupa ketika tangan saya berjabat dengan tangan Prasta, rasanya hangat. Kami saling tersenyum. Lesung pipi Prasta langsung menyihir saya saat itu.

Berikutnya, saya begitu senang setiap Kayla mengajak saya saat mereka jalan bersama. Saat itu saya berpikir setidaknya bisa memandangi wajah Prasta. Saya lupa bahwa ia pacar sahabat saya. Sampai pada hari itu. Saya, Kayla dan tentu saja Prasta pergi makan malam setelah selesai kuliah. Kejadian biasa, Kayla ke kamar mandi dan meninggalkan saya dan Prasta berdua duduk di meja. Sedetik kemudian, entah seperti juga memanfaatkan situasi, Prasta meminta nomor telponku. Secepat kilat aku memberikannya.

Yah..cerita berikutnya sudah bisa dibayangkan. Saya dan Prasta gelap mata. Kami berselingkuh. Ya, menyelingkuhi orang terkasih kami, Kayla. Hari demi hari kami lalui, tanpa pernah pikirkan perasaan Kayla. Kuakui Prasta bermain cantik. Ia bisa membagi waktu antara akau dan Kayla. Aku pun tidak mempersulitnya. Karena kami berdua sama-sama tidak ingin Kayla tahu. We are a great partner, by the way.

***
Kini setelah 8 tahun, aku semakin tidak ingin kehilangan Prasta. Hebatnya Kayla tidak menaruh curiga sama sekali. Tapi aku mulai tidak nyaman. Aku semakin berambisi pada Prasta. Kayla tidak boleh memiliki Prasta. Harus aku dan hanya aku! Pikiran setanku mulai berusaha mencari cara terbaik (terbaik menurut siapa?) untuk memiliki Prasta seutuhnya. Aku atur sandiwara dan rencana sematang mungkin.

9 Januari 2011, kedai kopi Amerika terkenal di sebuah pusat perbelanjaan sosialita di daerah Thamrin

Aku dan Kayla duduk berdua. Aku tegang. Kayla sumringah. Ia bilang kangen padaku. Memang sudah hampir sebulan kami tidak bertemu. Kayla sibuk di perusahaan tempatnya bekerja, sementara aku sibuk dengan rencana buku pertamaku dan tentu saja Prasta.

Aku membuka pembicaraan. Aku katakan pada Kayla bahwa aku akan ke luar negeri untuk waktu yang cukup lama. Sehubungan dengan kemungkinan kerjasama perusahaan penerbitanku dengan salah satu majalah luar negeri ternama. Aku juga pamit untuk menyelesaikan bukuku. Butuh suasana yang baru, alasanku. Kayla tentu menyambut dengan suka cita. Ia bilang ia bangga menjadi sahabatku. Ia pasti akan beli bukuku saat sudah terbit. Aku menelan ludah. Entah Kayla ini polos atau bodoh. Tapi ahh..tekadku sudah bulat. London adalah pilihanku.

15 Januari 2011, Bandara Soekarno-Hatta

Kayla dan Prasta ikut mengantarku sampai bandara. Mereka melambaikan tangannya. Aku melambaikan tanganku sambil tersenyum. Prasta, 3 hari lagi ia juga akan ada di posisiku. Berdiri dengan lambaian tangan mengarah ke Kayla. Pergi menuju London. Menemui aku. Untuk hidup bersama. Entah sampai kapan.

20 Januari 2011, Sebuah apartemen murah di London

Aku dan Prasta sedang melepas rindu. Kami tertawa bersama. Entah sedang apa Kayla. Persetan Kayla. Yang kami pikirkan hanya saat ini. Bahagia bersama. Aku hanya berteriak dalam hati, Kayla maafkan aku, I Really Love Your Man!! Aku jatuhkan badanku ke pelukan Prasta.