Freemason. Apa yang muncul pertama kali dalam benak kita kalau mendengar kata tersebut? Komunitas. Organisasi rahasia. Sekte sesat. Sekumpulan orang. Keberadaan freemason memang banyak menimbulkan rasa penasaran bagi masyarakat umum, termasuk gw. Sebenernya siapa sih mereka? Apa aktivitasnya?

Sampai akhirnya muncul sebuah kegiatan yang sepertinya cukup menarik, walking tour dari Walk Indies dengan tema “The Secret Society of Batavia” yang dalam deskripsinya akan menelusuri jejak freemason di Jakarta. Gak pake pikir panjang, gw langsung daftar ikutan. Dan benar aja, walking tour-nya super menarik. Kemana aja jalan-jalan gw? Kami mengawali kisah jejak freemason dari Museum Taman Prasasti. Sejujurnya, gw baru pertama kali menginjakkan kaki di Museum Taman Prasasti. Awalnya gak kepikiran sama sekali isi dari museum ini tuh apa. Dan gw sangat sangat tercengang begitu masuk ke dalamnya. Ini museum menarik dan unik banget.

Pintu masuk utama Museum Taman Prasasti

Museum Taman Prasasti, dulunya bernama Kebon Jahe Kober, dibangun pada tahun 1795. Pemakaman ini diperuntukkan bagi orang asing di Batavia yang saat itu banyak meninggal akibat wabah penyakit. Lokasinya yang strategis karena berdekatan dengan Kali Krukut, menjadikan kali tersebut sebagai sarana transportasi untuk membawa jenazah dan keluarga jenazah menuju Kebon Jahe Kober. Hanya jenazah kompeni dan orang yang disetarakan dengan Belanda saja yang bisa dibawa menggunakan kereta jenazah. Setelah itu, seiring dengan berjalannya waktu, Kebon Jahe Kober berubah menjadi lokasi pemakaman yang bergengsi. Banyak orang penting, selebritis, hingga sejarawan, dimakamkan di sana. Ditambah lagi dengan karakter masyarakat Belanda yang doyan flexing, pemakaman dibuat dengan desain yang mewah, jenazah dibawa dengan kereta kuda, memilih waktu pemakaman malam karena di malam hari akan dikenakan denda (mereka memilih bayar denda agar dipandang sebagai keluarga mampu), hingga menyewa juru tangis agar pemakaman berlangsung haru dan sendu.

Makamnya mewah-mewah

Aneka rupa desain nisan makam

Sekitar tahun 1975, seluruh jasad yang ada di Kebon Jahe Kober diangkat dan dipindahkan (ada yang dibawa keluarganya ke negara asal atau dipindahkan ke TPU Menteng Pulo dan TPU Karet Bivak), atau dikremasi untuk kebutuhan alih fungsi sebagai museum. Hingga akhirnya Kebon Jahe Kober diresmikan sebagai Museum Taman Prasasti pada 9 Juli 1977.

Saat menelusuri Museum Taman Prasati, gw menemukan tiga makam prominen yaitu Soe Hok Gie (pemuda aktivis Indonesia), Olivia Mariamne Raffles (istri dari Sir Thomas Stanford Raffles, Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Penulis buku History of Java, dan sosok yang membawa Singapura menjadi negara modern), dan H. F. Roll (pendiri STOVIA). Gak cuma itu, di Museum Taman Prasasti juga tersimpan rapi peti jenazah milik Bung Karno dan Bung Hatta.

Makam Soe Hok Gie

Makam istri Sir Thomas Stanford Raffles

Makam H.F. Roll, pendiri STOVIA

Peti jenazah Bung Karno dan Bung Hatta

Lalu, apa kaitannya antara Museum Taman Prasasti dengan jejak freemason di Indonesia? Pertama, berdasarkan cerita dari tour guide, Raffles merupakan seorang mason. Ia terbukti memiliki sertifikat mason. Selain itu, Raffles anti perbudakan. Menurut cerita, ada tiga syarat untuk menjadi seorang mason yaitu bebas merdeka (anti perbudakan dan bukan budak); pria, dan beragama (agama apa pun). Syarat terakhir menepis rumor bahwa freemason sering dianggap sebagai sebuah sekte pemuja iblis. Tak hanya itu, mason pun memiliki tiga tingkatan yaitu apprentice, fellowcraft, dan master mason. Kedua, dengan jelas, masih terdapat simbol freemason di dinding pintu masuk utama Museum Taman Prasasti.

Simbol freemason di dinding pintu utama Museum Taman Prasasti: jangka, segitiga, dan mata horus

Gerakan freemason masuk ke Indonesia dibawa oleh Jacobus Cornelis Mattheus Radermacher seiring masuknya VOC ke Batavia. Ia merupakan seorang ahli botani yang juga pejabat muda di VOC. Dalam kegiatannya di Indonesia, freemason membangun lodge (atau loji) yang tersebar di lebih dari 20 kota di Indonesia. Loji ini biasanya mereka gunakan untuk bertemu, rapat, hingga pelantikan anggota.

Sepanjang sejarah, terdapat beberapa tokoh penting di Indonesia yang tercatat sebagai anggota freemason yaitu dr. Radjiman Wedyodiningrat (master mason, dokter, anggota Boedi Oetomo, dan ketua BPUPKI), Raden Saleh (pelukis kenamaan Indonesia, orang Indonesia pertama yang bergabung sebagai mason di Belanda), Pangeran Ario Notodirojo (Paku Alam VII, Sarekat Islam, dan seorang mason), Raden Said Soekanto Tjokodiatmodjo (Kapolri pertama Indonesia), Goenawan Mangoenkoesoemo (Boedi Oetomo, adik dari dr. Tjipto Mangoenkoesoemo), dan lainnya.

Gerakan freemason sempat ditutup dan dibubarkan oleh Presiden Soekarno pada 1962, lalu dibuka dan diizinkan kembali oleh Gus Dur pada 2001. Dua loji di Jakarta yang masih dapat ditemui yaitu Loji Adhuc Stat (sekarang menjadi Gedung Bappenas di Jl. Teuku Umar) dan Loji Ster in het Oosten atau Bintang Timur (sekarang menjadi Gedung Kimia Farma di Jl. Budi Utomo).

Loji Bintang Timur yang saat ini digunakan oleh Kimia Farma

Selain ke Museum Taman Prasasti, kami juga mampir ke GPIB Immanuel, yang berlokasi persis di seberang Stasiun Gambir. Gereja ini diarsiteki oleh J.H. Horst dan dibangun sepanjang tahun 1834-1839. Desain yang menarik yaitu berbentuk melingkar, dengan cat berwarna putih dan pilar yang besar, menjadikan gereja ini tampak klasik dan mewah. J. H. Horst wafat dan dimakamkan di Kebon Jahe Kober alias sekarang Museum Taman Prasasti. Pada nisannya terlihat simbol tengkorak dan tulang yang merupakan simbol mementomori (pengingat kematian) yang juga terkait dengan aktivitas freemason.

Simbol mementomori pada nisan J.H. Horst

GPIB Immanuel

Bentuk melingkar GPIB Immanuel

Yang juga menarik, tepat di sebelah GPIB Immanuel, berdiri sebuah bangunan yang kita kenal dengan Galeri Nasional. Gedung Galeri Nasional, dulunya merupakan sekolah perempuan Carpentier Alting Stiching (CAS). CAS didirikan oleh Albertus Samuel Carpentier Alting, seorang lulusan ilmu teologi dari Universitas Leiden, Belanda, yang juga seorang mason.

Jejak freemason berikutnya dapat kita jumpai di kompleks Kementerian Keuangan. Terdapat sebuah bangunan lama dengan arsitektur khas Eropa yang diberi nama Gedung A.A. Maramis atau dulunya disebut sebagai Istana Daendels. Gedung tersebut sebenarnya khusus dibangun untuk tempat bertugas Gubernur Jenderal Hindia Belanda saat itu, Herman Willem Daendels, yang juga tercatat sebagai anggota mason. Namun sayang, belum juga pembangunan gedung tersebut selesai, Daendels keburu dipanggil kembali pulang ke Eropa. Saat ini, gedung tersebut sudah tidak difungsikan mengingat kondisinya yang mulai rapuh.

Gedung A.A. Maramis alias Istana Daendels

Tampak samping

Cantik banget pas malam hari

Akhir kata (duileee akhir kataaa..), apakah sebenarnya gerakan freemason merupakan kegiatan baik atau jahat? Silakan mendefinisikan sendiri. Namun, pergerakan freemason telah banyak andil pada pergerakan bapak-bapak bangsa Indonesia juga pendidikan.

Sumber referensi:
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20160201215135-20-108185/napak-tilas-loji-freemasonry-di-batavia
https://nationalgeographic.grid.id/read/132471302/tujuh-perkara-yang-mungkin-belum-anda-ketahui-tentang-fakta-freemason?page=all
https://hot.detik.com/art/d-2450325/cantiknya-gereja-bundar-di-seberang-stasiun-gambir
https://travel.kompas.com/read/2019/01/13/201000327/suramnya-istana-megah-daendels-di-depan-lapangan-banteng
https://museum.kemdikbud.go.id/museum/profile/museum++prasasti