Panggilan kepada warga Jaksel!!! Hari ini kita ngomongin sejarah Blok M dan sekitarnya yuukk… Pernah gak terpikir kenapa namanya Blok M? Apakah ini artinya ada Blok-Blok yang lain? Yuk kita kulik di walking tour gw kali ini, masih bersama Walkindies, dengan rute tur “District Kebajoran”. Lebih kurang cerita ini bersumber dari tour guide Walkindies (sambil berusaha gw inget-inget lagi hehehe..), ditambah dengan beberapa sumber yang gw lengkapi.

Perjalanan sore itu kami awali dari titik bertemu yaitu Taman Sriwijaya. Walau habis hujan, agak becek-becek dikit, gak mengurangi keceriaan seluruh peserta tur. Malah jadi enak gitu adem dingin sejuk. Di sinilah cerita tentang kawasan Kebajoran dimulai. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa dulu kawasan pusat kota Jakarta berpusat di area Menteng dan sekitarnya. Hingga akhirnya, Menteng dan sekitarnya dinilai semakin padat penduduk. Maka pemerintah Jakarta saat itu (sekitar tahun 1940-an) mulai berpikir untuk mencari area lain yang sekiranya dapat dijadikan kawasan satelit baru untuk mengakomodir kebutuhan bisnis, pendidikan, hingga sosial. Pilihan area tersebut lalu jatuh ke kawasan Jakarta Selatan, tepatnya daerah Kebajoran. Maka dipetakanlah kawasan tersebut ke dalam beberapa blok, dari Blok A hingga Blok S, dengan Blok M ditetapkan sebagai pusat kawasannya. Pemerintah kemudian menunjuk satu perusahaan properti untuk membangun kawasan satelit tersebut yaitu Centrale Stichting Wederopbouw/CSW (sekarang dikenal dengan akronim baru Cakra Selaras Wahana). Dalam perjalanannya, yang tersisa kini hanya tinggal Blok A, Blok M, dan Blok S. Saat ini, area CSW semakin popular sebagai pusat transportasi umum terintegrasi. Area Blok M pun saat ini kembali bangkit dan menggeliat sebagai pusat kuliner dan perbelanjaan, setelah sebelumnya mati suri. Siapa sekarang yang malam mingguannya ke Blok M?

Titik bertemu: Taman Sriwijaya

 

Sumber: Flyer Walkindies

Prasasti peresmian Blok M oleh Ali Sadikin yang tersembunyi dan gak banyak orang tahu karena areanya tertutup ilalang 🙁

Ngomong-ngomong moda trasportasi umum terintegrasi, mungkin beberapa masih ingat betapa hiruk pikuknya terminal Blok M saat itu. Selain sebagai terminal yang menghubungkan transportasi umum ke seluruh antero Jabodetabek, lokasinya juga strategis dekat dengan pusat perbelanjaan Pasaraya dan Blok M Mal. Saat itu, Pasaraya merupakan pusat perbelanjaan paling hits warga Jaksel 😀 Ada yang masih punya foto Terminal Blok M?

Senja di Terminal Blok M

Sambil menyusuri Jl. Sriwijaya, kami juga dikenalkan dengan bangunan rumah milik Guruh Soekarno Putra. Rumahnya sebenarnya asri dengan arsitektur yang bagus, hanya saja terkesan sangat sepi dan agak tidak terawat. Lanjut jalan, kami menuju Taman Mataram. Sedikit informasi, sebelum menjadi Taman Mataram, area yang cukup luas ini dulunya adalah pom bensin yang dibangun sebagai faslitas pendukung kawasan Kebajoran. Per tahun 2013, kepemilikan pom bensin tersebut diambil alih oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan dibangun kembali sebagai ruang terbuka hijau dengan nama Taman Mataram.

Taman Mataram

Yang menarik, di Taman Mataram ini dibangun sebuah monumen berupa patung Yuri Gagarin. Ia adalah seorang kosmonot Soviet yang juga kolonel angkatan udara, Yuri tercatat sebagai manusia pertama yang berhasil pergi ke luar angkasa selama 108 menit dan satu kali mengelilingi orbit bumi. Perjalanan tersebut dilakukannya pada 12 April 1961. Keberhasilan misi tersebut menginspirasi Indonesia dalam pengembangan keilmuan antariksa dengan membentuk Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (LAPAN). Presiden Republik Indonesia Sukarno kemudian menganugerahkan Penghargaan Tertinggi Kelas II Republik Indonesia kepada Yuri Gagarin pada Juni 1961 sebagai lambang persahabatan Indonesia-Rusia.

Patung Yuri Gagarin

Patung Yuri Gagarin tersebut dibuat langsung oleh AD Leonov, seorang seniman Rusia dengan dimensi tinggi 282 cm dan berat 500 kg. Material yang digunakan seluruhnya terbuat dari perunggu. Peresmian patung ini pada 2021 menjadi penanda 70 tahun hubungan diplomatik antara Indonesa-Rusia. Ada satu quote terkenal dari Yuri Gagarin yang ia sebutkan saat akan lepas landas ke luar angkasa yaitu “Payekhali!” atau “Berangkat!”

Payekhali!

Bergeser lagi ke Jl. Sisingamangaraja, kami berhenti di sebuah masjid yang sarat dengan kisah sejarah yaitu Masjid Agung Al-Azhar. Pertama kali dibangun oleh Yayasan Pesantren Islam (YPI) pada 1953 dan selesai pada 1958, Masjid Agung Al-Azhar (sebelumnya bernama Masjid Agung Kebajoran) merupakan masjid terbesar di Jakarta saat itu. Pada 1960, Prof. Dr. Mahmoud Syaltout (Rektor Universitas Al-Azhar Mesir, Cairo) datang berkunjung dan kemudian mengubah nama Masjid Agung Kebajoran menjadi Masjid Agung Al-Azhar. Setelah Masjid Istiqlal selesai dibangun pada 1978, predikat masjid terbesar di Jakarta tak lagi disandang oleh Masjid Agung Al-Azhar. Masjid Agung Al-Azhar kemudian ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada 1993.

Bangunan cagar budaya Masjid Agung Al-Azhar

Perjalanan berlanjut menuju Jl. Trunojoyo melewati markas besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri). Tanpa disadari, di dalam area Mabes Polri, berdiri sebuah patung Muhammad Jasin, Bapak Brimob Indonesia yang juga diangkat sebagai pahlawan nasional pada 2015. Namun demikian, awalnya patung yang dibuat tersebut adalah patung representasi Gadjah Mada, Tetapi ketika akan memahat wajah, tidak ada satupun yang tahu bagaimana wajah Gadjah Mada. Akhirnya, Kombes Umargatab (penanggung jawab pembuatan patung saat itu) meminta foto M. Jasin untuk dijadikan wajah pada patung tersebut.

Patung M. Jasin dalam area Mabes Polri

Masih di area Kebayoran, lokasi bersejarah berikutnya yang kami lewati adalah kediaman pribadi salah satu pahlawan revolusi yaitu Mayjen TNI (anumerta) Donald Issac Pandjaitan atau lebih populer dikenal dengan D.I. Pandjaitan. Kediaman beliau adalah satu-satunya kediaman jenderal yang berada di luar kawasan Menteng. Di rumah ini pula, D.I. Pandjaitan gugur setelah ditembak oleh pasukan Cakrabirawa. Saat ini, rumah tersebut masih ditinggali oleh anak-anak D.I. Pandjaitan.

Perjalanan kami kemudian berakhir di gedung bekas pabrik Percetakan Uang Republik Indonesia (Peruri). Peruri merupakan hasil merger PN Pertjetakan Kebajoran dengan PN Arta Yasa. Per 1991, pabrik Peruri pindah ke Karawang. Saat ini bangunan bekas Peruri dialihfungsikan sebagai kawasan pergaulan Jaksel yang dikenal dengan M Bloc. Di sana, masih tersimpan rapi dan apik beberapa alat percetakan uang zaman lampau. Sampai bertemu di tur berikutnyaa!

Beberapa alat yang masih tersimpan baik

Sumber lain:

https://indonesia.go.id/kategori/budaya/2615/jejak-persahabatan-indonesia-dan-rusia?lang=1

Masjid Agung Al Azhar

https://historia.id/kultur/articles/ternyata-patung-di-mabes-polri-bukan-berwajah-gajah-mada-vQXR8/page/1