Setelah sekian lama gak mampir ke Bandung, akhir pekan dua minggu-an lalu gw berkesempatan untuk kembali menyambangi Bandung. Seperti apa ya Bandung sekarang, setelah Pak Ridwan Kamil menata kota ini?
Well here my story goes. Mengingat jaraknya yang cukup dekat dari Jakarta, tiap akhir pekan kota Bandung dibanjiri oleh wisatawan pendatang. Gak heran ya, kota Bandung yang sehari-harinya sudah cukup padat, makin padatlah di akhir pekan. Namun, walau macet, kota Bandung tetap nyaman untuk didatangi.
Seorang teman mengajak gw untuk mendatangi sebuah bangunan baru, lokasi wisata edukasi yaitu Museum Gedung Sate yang berlokasi di Jl. Diponegoro No.22, Citarum, Bandung. Seperti namanya, Museum Gedung Sate ini berisikan sejarah pembuatan bangunan paling ikonik di Bandung yaitu Gedung Sate.

Pintu masuk Museum Gedung Sate

Sebenernya, pada penasaran gak sik kenapa disebut Gedung Sate? Istilah Gedung Sate ternyata bermula dari penangkal petir yang ada di atap Gedung Sate yang menyerupai tusukan. Kemudian penangkal petir tersebut di kelilingi oleh bulatan-bulatan yang menyerupai daging sate. As simple as that sik hahahahaha… Tapi jumlah bulatan di penangkal petir, yaitu 6 buah, merepresentasikan jumlah uang yang dihabiskan untuk pembangunan Gedung Sate saat itu yaitu 6 juta gulden.


Gedung Sate atau yang aslinya bernama Gouvernements Bedrijven merupakan bangunan publik yang terletak di Bandung, Jawa Barat. Gedung Sate dirancang dengan desain neoklasik yang menggabungkan unsur asli Indonesia oleh arsitek Belanda bernama J. Gerber. Pembangunan Gedung Sate dimulai pada 27 Juli 1920 dan selesai dengan lengkap pada September 1924.


Penjelasan singkat mengenai sirine yang terletak di menara Gedung Sate
Bunyi sirine ini mencapai radius 60 km sehingga dapat mencapai daerah di sekitarnya yaitu Cianjur, Pangalengan, Cicalengka, Sumedang, Subang, dan Purwakarta. Teknologi sirine ini pun masih berfungsi hingga sekarang dan rutin dibunyikan dua kali tiap tahun. Pertama yaitu tiap tanggal 17 Agustus sebagai peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia. Kedua, tiap 3 Desember sebagai peringatan Hari Bakti untuk mengenang tujuh pegawai PU yang gugur akibat serbuan tentara Gurkha dalam upaya mempertahankan Gedung Sate. Pilunya, hanya empat dari tujuh pahlawan tersebut yang jasadnya ditemukan terkubur di sekitar Gedung Sate. Keempat jasad tersebut akhirnya dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan Cikutra, Bandung.

Pembangunan Gedung Sate merupakan respon dari Wiranatakusumah II (Bupati Bandung saat itu, yang kemudian dikenal sebagai Bapak Pendiri Kota Bandung) pada permintaan Daendels. Pada awal abad ke-19, Daendels membangun jalan raya sepanjang 1.000 km yang membentang dari Anyer hingga Panarukan. Saat itu, Daendels meminta Wiranatakusumah II untuk mendirikan kota di pinggir jalan tersebut. Tahap awal pendirian kota adalah dengan membangun kompleks alun-alun yang terdiri dari Pendopo, Bale Bandung, dan pasar yang berfungsi sebagai pusat kota Bandung pada tahun 1812.
Kemudian pada tahun 1920 mulai dibangun kompleks pusat instansi pemerintahan atau Gouvernements Bedrijven di sebelah utara Bandung. Kompleks ini terdiri dari 14 gedung pemerintahan yang dibangun di atas lahan seluas 27 hektar. Gedung pertama yang dibangun adalah Gedung Sate dan Gedung Pos, Telepon, dan Telegraf.
Konon, dulu kota Bandung sempat diajukan untuk menjadi ibukota Indonesia. Letak geografis kota Bandung yang dikelilingi oleh gunung diyakini dapat menjadi tempat yang aman untuk berlindung dari musuh. Ditambah lagi dengan sejuknya udara kota Bandung membuat penduduknya merasa nyaman.
Sejarah panjang pembangunan Gedung Sate kemudian diabadikan melalui pembangunan Museum Gedung Sate oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Sejak 8 Desember 2017, Museum Gedung Sate resmi dibuka untuk umum dengan menampilkan berbagai kisah, fakta dan sejarah pembangunan Gedung Sate. Menurut gw, museum ini menarik banget. Melalui konsep smart museum, Museum Gedung Sate memanfaatkan berbagai pengembangan teknologi untuk menyuguhkan beragam informasi. Sebut saja interactive picture frame yang menyajikan informasi terkait biografi para walikota dan gubernur Bandung terdahulu. Konsep touch screen sangat memudahkan pengunjung untuk memilih informasi yang mereka inginkan.
Ada juga ruang teater yang menyerupai bioskop mini. Teater ini menampilkan film pendek tentang sejarah pembangunan Gedung Sate. Ruang teaternya sangat nyaman. Kursinya empuk, AC-nya super dingin, kualitas gambar dan suaranya juga ciamik. Jempolaaaannn…
Lanjut yaaaa, ada interactive floor. Di sini kamu akan merasa berjalan otomatis di atas lantai karena lantainya ditembakan ilustrasi bergerak yang membuat seolah lantainya berjalan. Lalu ada juga ruang augmented reality yang bisa mengajak kita untuk ‘belajar’ memahat, memaku, dan lainnya melalui gambar virtual.
Terakhir, favorit banget nih. Ada virtual reality yang mengajak kita berkeliling area Gedung Sate menggunakan balon udara hahahahha.. Ini seru banget loh 😄 Bener- bener kaya nyata. Dapet banget deh aerial view-nya….

“Itu tuh Gedung Satenya udah keliatan”
Overall, museum ini highly recommended banget guys. Buat yang lagi main-main ke Bandung, bolehlah mampir ke sini. Museum Gedung Sate buka dari Selasa hingga Minggu, pukul 09.30-16.00 (Senin dan hari besar nasional tutup). Tiket masuknya goceng ajaaa… Murah tapi dapet pengetahuan segambreng. Kalau mau update info terkait museum bisa stalking langsung ke:
Situs resminya di http://museumgedungsate.org/ Facebook: museum gedung sate IG: @museumgedungsate Twitter: @mgedungsate Telpon: 022-4267753
Sumber: http://museumgedungsate.org/ Brosur Museum Gedung Sate