“We live in a wonderful world that is full of beauty, charm and adventure. There is no end to the adventures we can have if only we seek them with our eyes open,” -Jawaharlal Nehru-
Memilih kota Temanggung menjadi destinasi liburan kali ini, gak pernah kepikiran sama sekali sebelumnya. Setelah sempet bingung mencari tujuan wisata, Youtube membawa kami ke sebuah video yang menampilkan William Wongso sedang mengunjungi sebuah pasar yang bernama Pasar Papringan. Pasar ini berlokasi di sebuah area hutan bambu. Serunya lagi, setelah kami cek di mbah google, pasar tersebut memang hanya buka setiap Minggu Wage dan Minggu Pon, jam 06.00-12.00. Buru-buru cek kalender Jawa dong, dan pas sekali ternyata Minggu, 30 Desember 2018 bertepatan dengan Minggu Wage. Fixed, kami bertolak menuju Pasar Papringan di Temanggung.
Kami berangkat Sabtu, 29 Desember 2018. Alhamdulillah, rangkaian Tol Trans Jawa telah diresmikan dan beroperasi tepat beberapa hari sebelum kami berangkat. Perjalanan menuju kota-kota di daerah Jawa menjadi sangat nyaman dan tidak memakan waktu. Sekitar pukul 19.00 kami sudah sampai di Temanggung. Oiya, kami tidak hanya pergi berdua tetapi bersama adik ipar suami dan adik iparku (wakakakakaka.. haiyooo…), namanya Fikri dan Nisya.
Beruntungnya kami karena di saat yang bersamaan ada rekan kantor Nisya yang lagi pulang kampung ke Temanggung, namanya Mba Ninik. And she helps us a lot. Mba Ninik menyarankan kami untuk menggunakan motor ke Pasar Papringan. Beliau juga meminjamkan dua motornya kepada kami, serta menyuguhkan berbagai camilan di rumahnya hehehehehhe.. Thanks a lot Mba Ninik ♥

Rolade, penganan khas Temanggung terbuat dari Daun Singkong dan Tahu, enak binggitss

Makasii Mba Ninik dan keluarga 🙂
Pasar Papringan berlokasi di Desa Ngadiprono, Kecamatan Kedu, Temanggung. Dulu, Pasar Papringan berada di Desa Caruban, Kecamatan Kandangan, Temanggung. Lokasi baru di Desa Ngadiprono ternyata lebih luas dan lebih dapat menampung banyak pengunjung. Dalam bahasa Jawa, Pring berarti bambu, sesuai dengan lokasinya yang tepat berada di tengah hutan bambu. Dari beberapa situs yang saya baca, Pasar Papringan digagas oleh Bapak Singgih Susilo Kartono, putra daerah Temanggung alumnus ITB.

Peta Pasar Papringan.. Gak kliatan ya? Hihihihihi…
Sebelum memulai belanja, kita terlebih dahulu harus menukar mata uang rupiah kita dengan mata uang lokal Papringan yaitu Pring. Uniknya, Pring (tentu saja) terbuat dari Bambu. Kurs satu keping Pring setara dengan Rp2.000. Hari itu, saya menukar Rp100.000 dan mendapat 50 pring. Uang sudah di tangan, saatnya foya-foya 😄😄💰💵💴💶
Eitsss nanti dulu… Karena Pasar Papringan tidak menyediakan plastik untuk membawa belanjaan kita, ada baiknya kita membeli dulu keranjang bambu. Harganya variatif. Saya sendiri beli dua keranjang seharga 2 pring (kecil) dan 3 pring (besar). Lucu-lucu bangeeetttt ❤️ Uang sudah ada, wadah belanja juga sudah siap, saatnya berbelanjaaa….
Begitu masuk ke area perbelanjaan, terhampar luas lautan manusia. Wajar saja, Pasar Papringan hanya buka tiap Minggu Wage dan Minggu Pon. Jadi, ketika harinya tiba, sudah tentu pengunjung akan berbondong-bondong ke sana. Tak hanya warga lokal, tetapi juga para wisatawan. Berbagai informasi tentang Pasar Papringan di berbagai kanal media sosial, membuat Pasar Papringan kian terkenal dan menarik minat wisatawan untuk datang. Yaaa yang seperti kami-kami ini hiihihihi….
Pasar Papringan terbagi dalam beberapa area. Area jajanan (makanan, minuman, dan kue tradisional), area bermain anak-anak, area ternak, serta area hasil tani dan kerajinan. Penataannya juga menarik banget, layaknya stall makanan pada acara pernikahan. Untuk wadah makannya, semua menggunakan daun pisang, piring bambu, atau besek bambu. Ramah lingkungan abissss 👍🏻
Berbagai jajanan khas daerah Jawa dijajakan di sana. Sebut saja tiwul, dawet, gudeg, klethikan, kupat tahu, gablog pecel, susu kedelai, wedang, bothok, sop buah, dan lainnya. Rentang harga makanan berat antara 3-6 pring, camilan sekitar 1-5 pring, minuman berkisar 1-2 pring, serta kerajinan dan hasil tani seharga 1-15 pring.
Tujuan utama kami tentu saja mencari sarapan. Mata kami sibuk mencari stall mana yang tidak terlalu antri. Gudeg akhirnya menjadi pilihan kami. Selain karena memang doyan gudeg, stall-nya cukup lengang, ketersediaan tempat duduk turut menjadi pertimbangan kami. Setelah menunggu sekitar 5 menit, gudeg pesanan kami datang. Sepiring gudeg komplit berisi nasi dengan lauk gudeg yang disiram areh, kerecek, telur pindang, tahu bacem dan sayur tempe seharga 5 pring resmi menjadi menu sarapan kami. Dan sejujurnya, gudegnya endeeuuussss….
Setelah perut terisi, saatnya kami mencari camilan atau barang yang lucu-lucu. Buat bekal perjalanan pulang dan oleh-oleh. Untuk jajanan tradisionalnya, kami membeli tiwul iris, kue putu, dan grontol (jagung rebus yang ditabur gula pasir dan parutan kelapa). Sementara untuk camilannya kami membeli kripik bayam, rempeyek kacang tanah, sate jamur dan bothok melandingan. Semuanya berkisar 1-2 pring.

Tiwul iris, grontol dan kue putu, masing-masing seharga 1 pring

Di sini saya membeli besek wadah 2 pring, kripik bayam 2 pring, dan rempeyek kacang tanah 1 pring

Antri sate jamur seharga 1 pring dan bothok seharga 2 pring
Kemudian, kalau ke pasar, kurang afdal rasanya kalau gak beli hasil taninya. Empat papan pete seharga 5 pring saya beli di stall hasil tani. Kemudian di area kerajinan tangan saya membeli celengan yang terbuat dari bambu juga seharga 5 pring.

Seger-seger kaaannnn
Buat oleh-oleh anak-anak, ada stall khusus kerajinan. Beragam mainan seperti mobil-mobilan, gelas, tempat pensil, hingga celengan bisa dibeli dengan harga 5-15 pring. Jangan lupa, semua terbuat dari bambu yaaa 🎋

Celengan bambu, 5 pring
Makan udah, beli sayur udah, beli oleh-oleh juga udah, so saatnya pulang. Keputusan untuk nurut ke Mba Ninik menggunakan motor membuahkan rasa syukur yang mendalam. Bagaimana tidak, ketika kami pulang sekitar pukul 09.00, jalanan sudah macet sekali. Selain banyak pejalan kaki, parkiran mobil yang memakan setengah jalur turut menyumbang kemacetan. Bisa dibayangin ya, jalan desa selebar apaaa.. Kami yang naik motor saja harus antri bergantian, apalagi yang naik mobil. So guys, you better to go there by motorcycle than a car yaaaa…. Ada ojek kok di beberapa area.

Kuselesai belanja 😀

Mampet ye kaann jalanannyaa
Well, sekian perjalanan kami ke Pasar Papringan, Temanggung. Menyenangkan sekali mengunjungi sebuah pasar lokal yang penuh dengan ornamen alam. Sesuatu yang tentu saja tidak akan kami temukan di Jakarta. Sesungguhnya itulah tujuan dari wisata luar kota, mencari sesuatu yang tidak kita temukan di daerah kita tinggal. Sampai ketemu lagi Pasar Papringan ♥♥
To travel is to live -Hans Christian Andersen-
Wuaaaah.. tempat eduwisata yang ramah buat anak-anak nih. Edukasi green lifestyle dan berkunjung ke pasar traditional. Cuma PR kalau kesana berombongan bocah ga bawa Mobil pegimana yak? Secara buntutnya banyak hahaha.. Thanks infonya mel 😘