Berkat pernikahan seorang teman, terbanglah saya ke Pekanbaru. Inilah kali pertama kaki saya menginjak tanah Sumatera. Berikut kisah saya di Kota Bertuah.

Bukan hal mudah bagi saya untuk menganggukan kepala tanda setuju ajakan sahabat saya untuk bertolak ke Pekanbaru demi menghadiri pernikahan teman kuliah kami, Asri Fauziah. Keadaan keuangan yang lagi tiris-tirisnya (maklum tengah bulan) mengharuskan saya untuk berpikir berkali-kali. Tapi sahabat saya yang bernama Utari Mahavira ini baik betul. Ia menawarkan soft loan. Tiket pesawat ditalangi dulu, dan saya boleh membayarnya saat gajian tiba. Setelah bujuk rayu dan penawaran yang menggoda dari Utari, akhirnya saya berkata, ”iya Tar, gue ikuuuttt…”. Apalagi setelah Utari meyakinkan Asri juga sudah menyediakan penginapan dan transportasi. Karena saya murahan, akhirnya saya setuju. Sesungguhnya paragraf kedua ini, paragraf yang memalukan untuk nama baik saya.

Tiket sudah dibeli. Utari mendapatkan tiket promo dari Tiger Airways (rekan Mandala Air) seharga Rp 520.000, PP Jakarta-Pekanbaru-Jakarta. Formasi keberangkatan sudah terbentuk. Wisata Sumatera ini dihadiri oleh saya sendiri, Utari Mahavira, Bintang Citra Permata, Rianita Putri Nugraha, dan Prita Hersty Imaningtyas. Tidak sabar rasanya menunggu April.

Tibalah minggu menjelang keberangkatan. Namun sayang, Prita mengundurkan diri dari wisata ini. Ada kepentingan keluarga yang tidak bisa dihindari. Gak apa Mpu, kapan-kapan kami jalan-jalan bareng lagi yaaaa :* :*

Semenjak dimulainya paragraf berikut, berarti dimulailah juga perjalanan saya dan rombongan sirkus ini menuju Pekanbaru.

Jumat, 19 April 2013

Saya berangkat bersama Utari menuju Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Disana nantinya kami akan bertemu dengan Rian dan Bintang. Penerbangan kami pagi ini adalah penerbangan pertama, pukul 05.20 WIB. Saya dan Utari sudah sampai dari pukul 04.30 WIB. Tinggal menunggu Bintang dan Rian untuk check-in. Peserta wisata kedua yang hadir adalah Rian bersama adiknya, Intan, yang menggantikan tiket Prita supaya tidak mubazir. Bintang menjadi peserta yang datang paling akhir. Kedatangan Bintang menandai kelengkapan formasi kami. Melisa, Utari, Bintang, Rian, dan Intan. Asri, kami dataaaannngggggg…

Waktu yang sudah menunjukkan pukul 05.00 WIB membuat kami harus langsung boarding setelah check-in. Tapi gak apa-apa, kami jadinya tidak perlu menunggu dan bengong terlalu lama. Kursi berangkat saya di 23D, sebaris dengan Utari dan Bintang. Tidak begitu lama setelah boarding, pesawat Mandala dengan nomor lambung RI 70 lepas landas tepat pukul 05.20 WIB membawa kami menuju Pekanbaru.

Penerbangan Jakarta-Pekanbaru memakan waktu sekitar 1 jam 35 menit. Itu artinya kami akan mendarat di Pekanbaru sekitar pukul 06.55 WIB. Cuaca pagi ini sepertinya cukup bagus. Sayangnya karena masih sangat pagi, di luar masih gelap. Gak ada yang bisa dilihat. Tidur lagi adalah pilihan terbaik. Zzzzzz…

Tepat pukul 06.55 WIB burung besi kami mendarat (ejiyeeehh,,burung besiiii) di Bandara Internasional Sultan Syarif Kasim II-Pekanbaru. Bandara SSK II ini tergolong baru. Jadi suasananya tidak sesemarak Soekarno-Hatta. Tapi ketidaksemarakan tersebut cukup menyenangkan. Gak riweuh gituuu..

Sebagai peserta yang belom pernah ke Sumatera, mari abadikan diri terlebih dahulu tepat di depan tulisan besar Bandara Internasional Sultan Syarif Kasim II-Pekanbaru.

Alhamdulillah, mendarat dengan kece 😀

Utari, Bintang, Rian, dan eyke

Setelah cape foto-foto, perut mulai berdendang kelaparan. Tapi mana nih, orang yang mestinya jemput kami kok belum dateng ya? Telpon sana telpon sini, salah tempat sana sini, akhirnya datanglah Bapak Supir kami yang bernama Pak Fendi. Begitu naik mobil kami langsung ngadu kalo laper. Awal perjalanan kami menuju Bengkalis dijeda dulu dengan sarapan pagi di sebuah kedai (saking lapernya gak kepikiran buat mengabadikan kedai sarapan itu) yang menjual lontong sayur. Lontong sayur Pekanbaru pake telor Rp 8000 aja. Rasanya nikmat banget. Entah karena laper maksimal atau karena emang beneran enak rasanya.

Setelah sarapan dimulailah perjalanan panjang kami menuju Pulau Bengkalis. Untuk menuju Bengkalis, perjalanan darat ini akan memakan waktu sekitar 4 jam menuju Pelabuhan Ro-Ro (Roll On-Roll Off). Dari Pelabuhan, kemudian menyebrangi Selat Malaka untuk mencapai Pulau Bengkalis, kira-kira memakan waktu 1 jam.

Terbayang sudah akan duduk di mobil selama 5 jam. Tapi ayolah kami lalui, demi rekan tercinta Asri Fauziah. Perjalanan dimulai tepat pukul 09.00 WIB dari Kedai Lontong Sayur tadi. Mood masih penuh nih abis diisi lontong sayur sepiring. Sepanjang perjalanan masih cerita-cerita, ketawa-ketawa.

Masih jalan kota, masih mulus

Menuju dua jam, mulai bosan. Beberapa mulai tertidur. Namun saya tidak bisa tidur karena duduk di depan. Duduk di samping Pak Supir yang sedang bekerja supaya baik jalannya. Jalan yang kami lewati pun mulai tak semulus jalan besar. Samping kiri dan kanannya hanya terlihat hamparan gunung kapur, perkebunan kelapa sawit, dan sungai. Sedikit sekali menemukan rumah warga. Begitu pun dengan mobil pribadi. Kami lebih banyak bertemu dengan truk atau bis pariwisata antar kota antar provinsi. Maklum, ternyata kami sedang memasuki jalur lintas sumatera. Pantas saja.

Pemandangan kiri dan kanan

Masih di jalan kota, kiri dan kanan terbentang berhektar-hektar kelapa sawit

Sedikit penggambaran. Di siang yang cukup terik itu, jalanan yang kami lewati banyak yang bolong dan berbatu. Kebanyakan pun tidak beraspal. Makin diperparah dengan seringnya dilintasi kendaraan berbadan besar. Kami pun tidak melihat tiang listrik. Dan benar saja, Pak Fendi mengatakan daerah ini memang daerah belum masuk listrik. Gak terbayang kalau malam, tentunya akan gelap sekali. Para warga yang tinggal di situ mengakalinya dengan menggunakan genset yang dialiri ke beberapa rumah. Tapi seberapa terang hasil penerangan dari genset? Apalagi jika dibagi untuk beberapa rumah. Serem.

Makin serem ketika kami melihat bus yang kaca depannya ditutupi kerangkeng. “Jalur lintas Sumatera itu banyak orang iseng yang melempari kaca bis dengan batu. Kaca pecah, supir luka, kendaraan masuk jurang”, urai Pak Fendi. Kami berlima seketika melongo. Pastinya takut yaaa… Gak kebayang ternyata jalur yang kami lewatin akan seseram ini.

Rasa takut saya berlanjut, “Trus kalo kacanya pecah mereka dirampok, Pak?”.

“Gak, mereka bukan bajing loncat. Hanya sekedar iseng aja. Mungkin iri”, terang Pak Fendi. Wadoooohhhh, isengnya bahaya amat???

Mengarah jam ketiga. Tidur, bangun, tidur lagi. Kenapa belom sampai yaaa? Jalur yang kami lewati pun konturnya masih sama. Batu, gunung kapur, atau perkebunan kelapa sawit. Tapi sungguhlah Indonesia memang kaya sekali akan hasil alam. Disini kami benar-benar melihat dari dekat hamparan kelapa sawit yang jumlahnya berhektar-hektar itu.

“Disini kalo jual tanah, itungannya gak meteran tapi per hektar”, kata Pak Fendi. Transaksi milyaran. Bahkan terkadang kepemilikan tanahnya pun tak pasti. Dalam area hektaran itu, bisa terdiri dari beberapa pemilik yang juga tidak memiliki patok tanah yang pasti. Akan sulit menghitungnya untuk menjualnya kembali.

Matahari makin mengarah tepat di atas kepala. Hari makin siang. Mulai laper. Tapi kami masih in the middle of nowhere gini. Mau berhenti makan di mana? Pertimbangan berikutnya, tahan laper aja yang penting cepet sampai. Hati kembali senang ketika papan penunjuk jalan sudah mulai menuliskan “Pelabuhan Ro-Ro”. Pikir kami, pasti sebentar lagi sampai nih. Tapi ternyata papan-papan itu sunguh PHP. Gak sampe-sampeeeee…Mulai boseenn hahahahahahaha…

Huwaahhhh..bengong lagi. Mati gaya lagi. Makin jarang ketemu kendaraan lain. Agak mulai deg-degan juga sih. Salah jalan gak yaaaa..Tapi kan kami udah ikutin papan penunjuk jalan dengan benar. Gak mungkin nyasar dong ya logikanya??

Lumayan menghibur,ketika kami melewati Jembatan Siak. Jembatan ini merupakan jembatan kebanggaan masyarakat Siak. Jembatannya bagus, masih baru sepertinya. Lumayan bisa jadi objek foto.

Jembatan Siak

Lanjut perjalanan. Hati riang karena sekeliling mulai terlihat danau, sungai, air atau apalah itu namanya. Berasanya sang pelabuhan akan terlihat dalam waktu singkat. Di persimpangan, papan jalan menunjuk arah kiri untuk ke Pelabuhan Ro-Ro. Beloklah ke kiri dan kami menemukan jalan yang sangat sepi. Kiri dan kanan hamparan semi hutan dengan pepohonan yang super tinggi dan besar. Jalanan super duper sepi dan rusak, sesekali ketemu kendaraan lain. Truk-truk besar pula. Nyetirnya harus ekstra hati-hati, bisa membahayakan ban. Analisis kami, banyak truk besar gini mungkin baru turun dari kapal nih. Berarti Pelabuhan Ro-Ro sudah semakin dekat.

Nyatanya, tetep aja gak sampe-sampe. Jalanannya ternyata panjang banget. Kami masih juga ngelewatin perkebunan kelapa sawit. Rumah warga. Lahan kosong. Rumah warga lagi. Lahan kosong lagi.

After an hour, finally we are touching down in Pelabuhan Ro-Ro tepat pukul 13.00 WIB. Pak Fendi jadi gak Jumatan deh. Setelah hore-hore seakan udah deket banget, ternyata harus antri lagi untuk masuk kapalnya, dan kami masih ada di antian luar pager. Oh…berapa lama lagi nih ya kira-kira?

Tiket Terpadu Kendaraan Berpenumpang

Tiket Terpadu Penumpang Dewasa Umum

Tanda Masuk Penumpang

Tanda Masuk Kendaraan

Antrilah kami dengan sabar dan pasrah. Yang penting, Pulau Bengkalis sudah hampir kami capai. Untuk mengisi waktu, kami berlima turun dari mobil dan main di pinggir pelabuhan. Gak lupa juga untuk foto-foto di pelabuhan yang selama ini kami cari 😛 Sempet diliatin orang di sana, tapi kami cuek bebek. Yah, namanya juga orang kota, mungkin kami tampak seperti tante-tante girang, dan kece-kece, maklum aja deh.

Intan, Rian, Utari, Bintang, dan eyke

Isi waktu antri naik kapal ferry

Tepat pukul 15.00 WIB kami akhirnya kebagian untuk naik ferrynya. Waahh senangnya bukan main. Setelah parkir mobil di lantai bawah ferry, kami berlima langsung naik ke lantai atas untuk menikmati laut.

Horeee, akhirnya masuk kapal

Nyeberang Selat Malaka.. Yeaayyy..

Menikmati angin, uhuuyy…

FYI, penyeberangan ferry dari Pekanbaru menuju Pulau Bengkalis akan memakan waktu sekitar satu jam, membelah Selat Malaka. Seneng banget rasanya punya pengalaman nyeberang Selat Malaka. Di tengah laut atau perairan luas manapun, saya merasa kecil di hadapan Tuhan dan mahkluk lainnya. Merasa gak ada apa-apanya. In the middle of nowhere.

Air beriak tanda tak dalam. Air tenang tandanya dalam

Berdiri di lantai atas kapal, menikmati laut, ciptaan Tuhan, plus masuk angin. Anginnya kenceng booww.. Lautnya tenang, katanya kalo tenang artinya dalam. Pukul 16.00 WIB akhirnya sampailah kami di Pulau Bengkalis. Lega sekali. Rencana awalnya, kami bermaksud mampir ke rumah Asri. Namun karena sudah terlalu sore dan kami sudah harus bersiap untuk upacara akad nikah malam nanti, akhirnya kami langsung menuju hotel yang sudah disediakan. Namanya hotel Samudra. Lokasinya dekat dengan pantai. Di hotel, kami mandi, makan siang yang telat banget, dan siap-siap menuju akad nikah nanti malam.

Tepat pukul 19.00 WIB kami dijemput sama Pak Fendi untuk segera menuju lokasi perhelatan acara. Abis isya, Asri akan segera melaksanakan upacara akad nikah. Kami berlima diperlakukan bak tamu VVIP (geer gw, maap ya Asri :P). Tamu mana yang bisa punya akses bebas keluar masuk kamar pengantin dan menyaksikan mempelai cantik sedang dirias. Asri yang sudah cantik, jadi semakin cantik.

Foto di depan pelaminan Asri dan Mas Ibnu

Sama Asri 😀 Cantik banget kaannn

Aksesoris pengantin perempuan kali ini pun cukup beragam, dan hhmm…tampaknya agak berat. Iya gak, Sri? Hiasan kepalanya bertengger cantik dan terlihat mewah dikenakan Asri. Belum lagi rangkaian kalung, gelang, dan giwang yang menggantung. Tak lupa, lukisan terbuat dari henna yang menghias punggung tangan dan kakinya, makin melengkapi Asri menjadi ratu malam itu.

Tepat pukul 19.30 WIB, rombongan pengantin pria datang untuk mengucapkan ijab kabul. Adat di sini, kedua mempelai tidak duduk bersebelahan saat mengucapkan ijab kabul. Asri tetap di kamar pengantinnya, sementara calon suaminya duduk di ruang lain bersama dengan panghulu, wali nikah, dan para saksi. Sebelum ijab kabul, sang wali, ayah kandung Asri, masuk menuju kamar Asri dan menanyakan kesediaan Asri untuk dinikahi sang calon suami. Ah gak usah ditanya-tanya, pasti mau ya, Sri? hehehehe….

Prosesi ijab kabul kemudian terlaksana dengan khidmat. Sah sudah Asri menjadi istri dari Mas Ibnu. Selamat yaaaa..Happy to see you happy.

Acara selanjutnya sudah tentu yang paling ditunggu-tunggu yaitu acara makan malam hahahhaha…. Adalah suatu pengalaman baru bagi saya, dan mungkin teman-teman saya, bahwa makan malam disini tidak menganut sistem standing party. Sistem yang dianut adalah pesta duduk. Satu paket makanan (terdiri dari kerang masak sereh, ikan masak kecap, gulai sapi, gulai kambing, acar nanas, emping, dan kue kecil), diestafetkan kepada para tamu yang hadir. Satu paket makanan tersebut diestimasikan akan habis untuk 4 orang. Jadi, tiap 4 orang, akan ada satu paket menu baru lagi. Uniknya lagi, yang menyajikan makanan tersebut adalah kaum pria, beda dari budaya kebanyakan bahwa yang menyajikan makanan sudah tentu para wanita.

Jadi semua tamu duduk di bawah seperti ini untuk makan malamnya

Yang menyajikan adalah para bapak-bapaknya

Makanannya ditata

Ini set makanan yang bisa dimakan oleh 3-4 orang

Gak butuh waktu lama, makanan yang terhidang di depan kami ludes. Makan, menggunakan tangan dengan mencampur nasi dan lauk yang diambil, nikmat betul. Mau ambil nasi lagi pun dipersilahkan. Cita rasa makanan di sana pun cocok di lidah saya. Gulainya terlihat pedas, tapi ternyata tidak sepedas yang saya kira. Cenderung tidak pedas malah. Padahal kuahnya merekah merah. Favorit saya di menu itu kerang masak sereh dan ikan masak kecap.

Satu hal yang sempat bikin saya tidak enak hati adalah saat ibu-ibu sebelah saya menawari saya untuk menambah nasi. Namun karena perut yang sudah super kenyang, saya menolak secara halus. Saya katakan saya sudah sangat kenyang. Tapi kemudian, ibu tersebut berkata: “Gak enak ya masakannya, Dik?”. Saya pernah dengar di budaya Sumatera, bahwa bersendawa dan menambah nasi saat makan itu berarti menghormati sang tuan rumah (CMIIW yaa). Tapi sungguh Asri, perut saya sudah kenyang sekali saat itu. Titip tjium sama ibu-ibu itu yaaa, titip bilang Melisa udah kenyang beneran :*

Gembul sudah perut kami berlima. Mulai mengarah ke bego time. Planga plongo elus-elus perut, plus ngantuk. Gak berapa lama setelah makan selesai, jam 21.00 WIB kami pamit kembali ke hotel.

Saking capeknya, abis bersih-bersih, saya langsung pules. See ya tomorrow. Zzzzzzzz….

Sabtu, 20 April 2013

Selamat pagiiii…Ada beberapa topik penting pagi ini:
1. Mengingat antrian dan jauhnya perjalanan dari Pekanbaru menuju Bengkalis, dan tentu saja sebaliknya, kami bingung mau kembali ke Pekanbaru sore ini atau besok pagi aja. Keputusan harus sangat tepat mengingat pesawat kami jam 14.45 WIB. Diputuskan akan berkonsultasi sama Kak Tina (kerabat Asri yang mendampingi kami selama di sana).
2. Nyari salon dimana ya? Jam 11.00 WIB pagi ini, kami akan menghadiri resepsi pernikahan Asri. Tetep pengen tampil kece dong yaaaa. Kalo make up sih udah expert, tapi kalo hair do, semua bingung.

Jam 09.00 WIB kami keluar kandang dan langsung jalan mencari salon. Utari berasa sempet liat salon di jalan masuk menuju hotel. Ya moga-moga udah buka. Alhamdulillah, salonnya buka dan kami langsung antri minta dikeramasin dan di blow variasi. Tolong buat kami sekece mungkin ya mbaaaa..

Jam 10.30 WIB kami udah kece dan siap meluncur ke resepsi pernikahan Asri. Sampai disana ternyata lumayan kecepetan. Pengantin prianya belum datang. Akhirnya Kak Tina mempersilahkan kami untuk makan siang duluan. Sebelum makan kami sempatkan dulu foto dengan pengantin perempuan yang sudah cantik duduk di pelaminan. Foto yang banyak sebelum pengantin prianya datang. Hehehehehehehe…

Cantiknya Asri 😀

Udara dan cuaca yang cukup terik membuat saya pribadi lebih mencari minum daripada makan. Tapi minuman dinginnya belum kelihatan, akhirnya es krimlah yang jadi tujuan saya. Selesai menikmati es krim, saya mulai merasa lapar. Mulailah berkeliling mencari makanan berat. Martabak mesir, soto ayam, hingga serabi durian sukses saya kunyah.

Gak berapa lama setelah makan, iring-iringan pengantin pria kemudian siap memasuki lokasi perhelatan resepsi. Tanpa nunggu lama, kami berlima langsung mejeng di gerbang utama untuk melihat kedatangan sang pengantin pria. Suasananya begitu semarak. Terlihat juga kembang mayang seperti khas budaya Betawi. Rombongan iring-iringan terdiri dari keluarga besar sang pengantin pria. Tampak jelas raut wajah gembira Mas Ibnu saat memasuki pelataran gerbang menuju pelaminan.

Yeay, Mas Ibnunya sudah datang 😀

Meriah euy 😀

Selesai prosesi datangnya sang pengantin pria, kami langsung nodong foto-foto dengan kedua pengantin. Foto berkali-kali, padahal antri salaman. Maaf ya, warga Bengkalis.. 🙂

Foto sama pengantin 😀

Suasana dari depan rumah Asri

Setelah suasana agak sedikit sepi, kami mulai kembali berpikir mengenai kapan akan kembali ke Pekanbaru. Kalau kami pulang sore ini juga, maka hampir dipastikan kami akan melalui jalur yang sepi itu di malam hari. Aahhh…galau 😛

Deep inside our heart, kami udah yakin untuk pulang sore ini juga. Banyak berdoa saat melewati jalur sepi adalah kunci utama keselamatan. Karena kami yakin seyakin-yakinnya, kalau pulang esok pagi, itu artinya akan sangat terburu-buru, bikin deg-degan ngejar pesawat plus mungkin kami gak sempet mampir belenji.

Oke, konsultasi. Pertama tentu saja curhat ke Kak Tina. Sebenarnya Kak Tina masih menyarankan untuk pulang esok pagi. Tapi dengan pertimbangan pesawat (dan oleh-oleh), Kak Tina akhirnya mempersilahkan untuk pulang sore ini juga. Beliau juga sudah memesankan mess Pemprov untuk penginapan kami di sana. It is a very kind of her.

Yang hebat, setelah curhat ke Kak Tina, kami curhat ke pengantin. Yap betul, kami konsultasi ke Asri di pelaminan, hahahahahaha… Setali tiga uang dengan Kak Tina, Asri menyarankan pulang esok hari. Tapi juga mempersilahkan pulang sore ini karena resepsi sudah selesai dan di Bengkalis gak ada yang bisa dikunjungi, hihihihi.. Saya sempat bertanya mengenai keamanan perjalanan, dan Asri meyakinkan perjalanan akan aman. Sebagai ahli Pekanbaru-Bengkalis, gak mungkin rasanya gak percaya Asri. Begitu dia bilang aman, kami semakin mantap untuk pulang sore ini.

Well, jam 13.30 WIB akhirnya kami resmi pamit dari keluarga besar Asri untuk bertolak kembali ke Pekanbaru. Semakin yakin ketika Pak Fendi menyetujui usul pulang sore ini. Beliau memperhitungkan bahwa di pelabuhan akan antri, khususnya antri tamu dari perhelatan acara Asri. Oke, yakin!

Rencana dijalankan. Kami tetapkan pukul 15.00 WIB sudah check out hotel menuju Pelabuhan. Benar saja dugaan Pak Fendi. Begitu sampai di pelabuhan, antrian mobil sudah cukup panjang. Baru jam 15.30 WIB lho padahal… Agak khawatir juga gak dapat malam ini nyebrang. Tapi setelah menghitung jumlah antrian mobil dibagi jumlah mobil yang naik dan dikuadratkan dengan jumlah keberangkatan kapal yang tersisa, rasa-rasanya sih kami masih bisa keangkut hehehehe… Estimasinya paling telat kami nyebrang jam 19.00 WIB.

Bingung juga ya nungguin 3 jam-an. Ngapain ya kira-kira selama 3 jam ini. In the end kami memutuskan untuk turun dan menunggu di kafe kecil pelabuhan.

Saya gak tau ini nyebutnya apa. Kafe kah? Rumah makan kah? Rest area kah? Hehehehehe.. yang jelas, kami ngincer cincau capuccino dan cendolnya. Lumayan buat bikin adem badan di sore yang cukup terik itu. Di dalem rest area itu (mari sebut saja begitu), terdapat toko souvenir, warung kecil, mushola, dan toilet. Cukup lengkap untuk beristirahat sejenak.

Yang menambah semarak adalah adanya populasi kera disana. Agak takut sih, tapi sepertinya mereka cukup jinak. Terbukti dengan beberapa pengantri ferry yang tidak takut untuk bermain, memberi makan ataupun menyentuh para kera. Kalau kami berlima sih takut hehehehe… Sempet heboh juga karena seekor kera melompat dan mendarat tepat di meja belakang kami. Untungnya ada seorang bapak baik yang membantu mengusir kera tersebut. Fiuuhh…

Antiran mobil di pelabuhan dan para kera yang hidup berbahagia

Senja beranjak naik. Langit semakin gelap. Sudah lewat magrib. Mobil kami juga mulai maju mendekati antrian terdepan. Energi kami sudah mulai habis. Mengantuk dan capai. Tapi segera naik ke level maksimal begitu kami tahu mobil kami sudah dapat memasuki antrian parkir di kapal. Thank you Lord. Layaknya anak kecil usia 5 tahun, kami berlima melonjak-lonjak kegirangan dan berebut lari masuk ke mobil. Well, di sini Utari saking semangat lari sampai nabrak tali pembatas dan rubuh.. Okee..

Pukul 19.30 WIB, kami resmi menyebrang selat Malaka kembali ke Pekanbaru. Wah.. pengalaman nyebrang selat di malam hari ini lumayan bikin merinding. Bayangkan kami di tengah selat (yang merupakan bagian dari laut), malam, gelap, dan cuma ada kapal kami doang. Kita kecil di hadapan semesta ya pemirsah? Gak ada seujung kuku 

Jam 8 malam, sampailah kami di haribaan Pulau Sumatera. Well, there goes our creepy adventure... Mulai bersiap untuk jalan malam. Berdoa sejenak. Memastikan pintu mobil terkunci dengan baik. Dan Bismillah….

Seperti yang sudah diduga, jalanannya serem cyiinn… Gelap maksimal. Penerangan hanya bergantung dari lampu mobil.Lampu mobil mati, tamatlah gak keliatan apa-apa.

Saya sebagai oknum yang duduk di samping pak supir, bertanggung jawab penuh untuk gak boleh tidur. Membantu Pak Fendi melihat jalan. Tapi ternyata, makin lama jalan, makin banyak mobil. Alhamdulillah, gak begitu sepi. Setelah dipikir-pikir, mungkin keramaian ini disebabkan oleh para tamu Asri yang juga memutuskan pulang di malam hari. Huuufft, lega deh. Paling gak, 3,5 jam berikutnya mobil kami gak sendirian-sendirian amat.

Bego time. Udah tidur bangun tidur bangun lagi. Laper pulaaa.. Bolak balik liat jam, udah seberapa jauh perjalanan kami kira-kira ya? Kebahagiaan dan harapan muncul ketika kami berjumpa kembali dengan jembatan Siak. Yesss,, berarti sebentar lagi…Mungkin sekitar 1-1,5 jam lagi. Perut, yang sabar ya *eluselusperut*

And finally, sampailah kami di haribaan Pekanbaru tercinta. Gak bisa dideskripsikan bagaimana kegembiraan kami. Raut wajah sumringah, teriakan kegembiraan, hingga sujud syukur cium tanah (abaikan prosesi yang terakhir) kami lakukan.

Dua target kami setelah sampai Pekanbaru yaitu cari tempat makan yang masih buka dan mencari lokasi hotel kami. Oia, kami akhirnya memutuskan tidak menggunakan mess Pemprov. Kami memilih untuk booked family room Hotel Drego. Peer nih nyari hotelnya tengah malem gitu hahaha..

Hotel Drego

Oke kembali ke wacana laper. Setelah keliling-keliling, Alhamdulillah masih nemu tempat makan yang buka. Walaupun di pinggir jalan (yekali di tengah jalan, Mel!). Menunya seafood, lele, ayam, dsb. Dengan beringasnya saya langsung pesan cumi saos padang, plus nasi plus teh manis hangat. Saya lupa berapa harganya. Yang jelas, abis itu langsung kekenyangan.

Selesai makan, peer berikutnya menunggu. Mencari Hotel Drego. Di tengah malam itu, untungnya gak begitu sulit mencari hotel tersebut. Mungkin karena letaknya bersisian dengan jalan utama. Sempat terjadi miskom sedikit. Perjanjian telpon siang tadi, Hotel Drego ada family room. Tapi ternyata ketika sampai di meja resepsionis, dibilang Hotel Drego gak menyediakan family room. Whoossaaahhh….

Beruntungnya, karena sudah tengah malam dan baik petugas hotel dan kami para tamu sudah capek, kami akhirnya diizinkan memakai satu kamar biasa (kapasitas 2-3 orang) untuk 5 orang, tanpa charge. Hehehehehhee.. rezekiiii.. 

Well, kamar Hotel Drego bagus kok. Saya rekomendasikan buat temen-temen yang lagi nyari hotel di Pekanbaru dengan harga standar. Nice try… Anyway, have a good night

Berlima di kamar hahahahha..

Fotomodel

Happy banget bok!

Minggu, 21 April 2013

Pagi-pagi, bangun. Langsung sarapan. Jatah cuma dua orang hehehehe…Saya dan Utari mewakili. Cukup enak bubur ayamnya. Sempet bawa beberapa kue juga ke kamar, hihihihihihi….

Bubur ayamnya enyakkk

Rencana hari ini setelah check out adalah ke Pasar Bawah beli oleh-oleh, makan siang deket bandara, dan langsung menuju bandara. Aaahhh..sudah mau selesai jalan-jalannyaaaa…Gak mauuuu T__T

First stop, Pasar Bawah. Kalau dibandingkan dengan di Jakarta, mungkin akan sama dengan Mangga Dua. Pasar Bawah ini menjual berbagai oleh-oleh yang dibutuhkan pelancong. Kain khas Pekanbaru, aksesoris, baju, kaos, hingga kudapan tersedia di sana. Bahkan menurut info, Pasar Bawah juga menjual beberapa tas merk terkenal, namun bukan dengan kualitas asli. Bagus tapi harga miring. Konon, juga terdapat banyak barang dari negara tetangga, Malaysia dan Singapura.

Sesuai namanya, pusat perbelanjaan ini memang berbentuk pasar. Agak gerah dan ramai. Begitu tiba, saya langsung menuju tukang kain. Titipan Ibunda, kain khas Pekanbaru. Agak bingung juga memilih warnanya sebanyak itu. Cantik-cantik. Tapi Ibunda tercinta pesannya kain warna merah. Jadilah saya membongkar tumpukan kain mencari si merah.

Sudah dapat untuk Ibunda, kain merah khas Pekanbaru seharga Rp 85.000. Oia untuk tips sedikit, harga barang di pasar Bawah bisa ditawar sampai sepertiganya. Begitu nasihat Pak Fendi. Titipan si mamak beres. Buat saya apa ya? Karena sudah bingung, akhirnya saya membeli kain bawahan tenun Pekanbaru berwarna merah muda seharga Rp 60.000 Duileeee, mana pernah saya kepikiran membeli sesuatu berwarna pink..

Tugas berikutnya adalah mencari buah tangan untuk adik dan si babeh. Gak usah susah-susah , dua buah kaos bergambar khas Pekanbaru jadi pilihan. Satu kaos seharga Rp 40.000, satunya lagi seharga Rp 75.000. Tak lupa juga aksesoris seperti gantungan kunci dan guntingan kuku untuk rekan kantor. Satu renceng isi 6, Rp 35.000 saja. Terakhir, makanan ringan asal Malaysia, seharga Rp 31.000 untuk dua bungkus.

Setelah oleh-oleh utama ini terbeli semua, tibalah giliran saya mencari Pancake Durian. Saya sudah bertekad harus mendapatkan kudapan ini. Pak Fendi kemudian mengajak kami untuk pergi ke toko oleh-oleh yang disinyalir menjual pancake durian. Nama tokonya “Cik Puan”. Gak pake salam, begitu masuk ke tokonya saya langsung menanyakan keberadaan si pancake durian. Hampir pingsan rasanya (hiperbolis sedikit) ketika mendengar sang penjual berkata: “Haduh, habis pancake duriannya”.

Setelah sempat lemas beberapa saat, saya begging. “Masak abis bu..saya kesini cuma mau beli itu”. Sambil pasang muka melas, nelangsa dan tak bergairah. Sepertinya trik tersebut cukup berhasil. Sang penjual kemudian berkata, “Mau pesan berapa bungkus? Nanti saya ambilkan di toko yang satu lagi”. Alhamdulillaaaaahh, senangnya.. Langsung pesan 3 bungkus. Dua bungkus untuk saya dan satu bungkus untuk kami makan bersama. Puas rasanya ketika 3 bungkus pancake durian itu ada di tangan. Di Cik Puan, saya menghabiskan Rp 180.000 (satu bungkus berisi 10 potong pancake durian) untuk dua bungkus pancake durian, dan Rp 24.000 untuk makanan kecil biskuit coklat.

Penampakan si pancake durian yang endeus

Mission accomplished. Perburuan pancake durian saya berbuah manis. Satu bungkus akan saya berikan untuk orang dirumah dan satu bungkus lagi untuk rekan kerja. Setelah oleh-oleh kami kemudian menuju rumah makan untuk makan siang.

Rumah makan H. Yunus. Di sinilah kami memutuskan untuk makan siang. Pak Fendi bilang, masakan khas rumah makan ini adalah ikan patin. Ikan Patin merupakan makanan khas Pekanbaru. Dan rumah makan ini termasuk yang cukup tersohor dalam penyajian gulai ikan patin. Saya cukup penasaran karena belum pernah mencoba rasa ikan Patin.

Cuss kalo ke Pekanbaru dicobain yaa

Rumah makannya besar

Cara penyajian makanan di rumah makan ini seperti di rumah makan padang. Kami akan disuguhi berbagai piring yang berisi aneka lauk seperti udang goreng (udangnya gede lho..), gulai udang, ayam goreng, dll. Primadonanya tentu saja si gulai ikan patin.

Laper yang tak tertahankan ini membuat kami berenam (plus Pak Fendi) makan dengan lahapnya. Semua diam, konsentrasi mengunyah. Dan jujur saya akui, gulai ikan patinnya emang beneran enak. Kolaborasi antara rempah gulai dan lembutnya daging ikan Patin membuat rasa kunyahan di mulut begitu pecah, cetar membahana, nyata tanpa rekayasa. Enak bangeeeetttttttt…. Satu jam di sana, kami ngunyah gak selesai-selesai. Benar saja, semakin siang, pengunjungnya makin rameeeee….

Monmap nih udah ludes 😛

Sayangnya kami gak bisa berlama-lama nurunin makanan di perut dengan leha-leha dulu di RM H. Yunus. Kami harus segera bertolak ke bandara. Kami akan kembali ke Jekardah. Oh tidaaaaakkkkk….

Jarak antara RM H. Yunus ke Bandara Sultan Syarif Kasim II hanya dicapai dengan 10 menit saja. Tak lupa berterima kasih kepada Pak Fendi atas kesediaannya mengantar dan mendengar bawelnya kami. Setelah melambaikan tangan beberapa kali kepada Pak Fendi, kami segera masuk ke lokasi check in untuk airport check in. Tidak perlu lama menunggu karena setelah check in, kami langsung dipanggil untuk menuju pesawat. Kami langsung bisa boarding ke pesawat Tiger Airways dengan nomor lambung RI 1564 menuju SHIA.

Kekagetan terjadi disini karena entah apa alasannya kardus saya yang isinya oleh-oleh gak boleh masuk kabin (iya gw bawa kardus :P). Dan langsung diambil aja untuk (katanya) masuk bagasi. Saya cuma bisa pasrah. Yang penting saya menegaskan kalau saya betul bisa klaim bagasi di SHIA nanti. Petugas akhirnya memberikan saya stiker sebagai bukti pengambilan barang. Pasrah.

Jujur saya sempat berpikir jelek. Beberapa hari sebelum keberangkatan, saya sempat membaca artikel yang kurang begitu baik mengenai sistem bagasi Tiger Airways. Ada penumpang dengan bagasi tercatat, namun bagasinya tidak terbawa. Saya pikir, bagasi tercatat saja bisa miss, apalagi kardus saya yang tidak tercatat. Oh nooo.. Terbang 1,5 jam menuju Jakarta, pikiran saya cuma di kardus oleh-oleh. Gak ikhlas rasanya kalo sampai gak kebawa. Huhuhuhuhuhu…

Pukul 16.00 WIB, pesawat kami mendarat. Hal pertama yang saya pikirkan tentu saja sang kardus. Syukurlah, ketika sampai di SHIA, kardus tercinta saya ada. Langsung lega seketika dan perasaan pulang yang begitu enteng. Balada sang kardus pun tamat sampai di sini.

Well, here we are now. Back to Jakarta. Alhamdulillah selamat kembali ke Jakarta. Lelah kemudian membawa kami pulang menuju rumah masing-masing. Terima kasih Pekanbaru, terima kasih Bengkalis, terima kasih Pak Fendi dan yang paling utama, terima kasih Asri Fauziah dan Kak Tina atas kebaikannya selama kami berada di sana. Langgeng terus buat Asri :*